BALLERINA
January 22, 2017
REVIEW : BALLERINA
“Never give up on your dreams.” 
Plot
 mengenai anak muda yang berkelana ke kota besar untuk merealisasikan 
mimpi-mimpinya sejatinya telah berulang kali dibongkar pasang oleh para 
sineas dunia. Bahkan baru beberapa hari lalu kita menjumpai penceritaan 
segendang sepenarian dalam film musikal jempolan, La La Land. 
Bagi mereka yang mudah bersikap sinis, tentu akan melabelinya dengan 
“klise” atau “mudah ditebak”. Tapi seperti kita buktikan bersama melalui
 La La Land, tak peduli seberapa familiar kisah yang kamu bagikan
 ke khalayak ramai, eksekusi dari sang sutradara lah penentu segalanya. 
Di tangan Damien Chazelle, film beraroma klise ini berhasil memberi 
cecapan rasa segar pula magis bagi penontonnya. Belajar dari pengalaman 
tersebut yang menunjukkan bahwasanya gagasan sederhana maupun usang 
tidak selalu berkonotasi buruk, saya membawa sikap positif saat 
memutuskan menyimak film animasi 3D produksi kerjasama antara Kanada 
dengan Prancis, Ballerina (akan dipasarkan menggunakan judul Leap! di Amerika Utara), yang memiliki jalinan kisah yang senada dengan La La Land. Hasilnya, kepercayaan saya tak dikhianati. Malahan Ballerina lebih menyenangkan dan membahagiakan melebihi ekspektasi. 
Karakter utama dari Ballerina
 adalah seorang perempuan belia yatim piatu bernama Félicie (Elle 
Fanning) yang telah bermimpi menjadi penari sedari masih kecil. 
Terbelenggu oleh peraturan ketat panti asuhan yang juga mendikte 
pemikirannya kalau mimpi bukanlah realita, Félicie kesulitan mewujudkan 
mimpinya. Sampai suatu hari segalanya berubah usai sahabatnya, Victor 
(Dane DeHaan), yang bercita-cita menjadi penemu membawanya kabur dari 
panti dan bertolak ke Paris. Tidak mempunyai kerabat maupun tujuan 
jelas, keduanya sempat terkatung-katung lalu berpisah jalan. Tapi mereka
 tidak menyerah begitu saja dan bermodalkan kenekatan, Félicie mengikuti
 audisi dalam pertunjukkan The Nutcracker yang digelar Paris 
Opera Ballet menggunakan identitas Camille Le Haut (Maddie Ziegler) yang
 dicurinya. Tanpa adanya dasar tari balet, Félicie jelas kelimpungan 
menjalani audisi ini hingga Odette (Carly Rae Jepsen), penjaga misterius
 di sekolah tari terkemuka tersebut, memutuskan mengajarinya beberapa 
teknik dasar yang kudu dikuasai para balerina. Bukan perkara mudah bagi 
Félicie untuk bisa mencapai garis akhir. Disamping balet tergolong sulit
 dipelajari, Camille Le Haut tentu tidak begitu saja tinggal diam 
mengetahui identitasnya dicuri. 
Dari permukaan, Ballerina
 memang tak ubahnya film animasi yang dipasarkan untuk perempuan cilik 
menilik sorotannya pada dunia tari balet. Tapi percayalah, Ballerina
 bukan sekadar film yang diproyeksikan ke pemirsa berusia dan bergender 
tertentu sehingga mengalienasi penonton dewasa yang menemani penonton 
cilik ke bioskop atau mereka yang memilih Ballerina sebagai 
tontonan karena alasan tertentu. Duo sutradara Eric Summer dan Eric 
Warin mengupayakan agar seluruh anggota keluarga dapat menikmati keriaan
 yang dihadirkan oleh Ballerina. Bahkan pesan inspiratif yang diusungnya yakni “jangan pernah menyerah dalam mewujudkan mimpimu” maupun “jalani apapun di kehidupan ini dengan menggunakan hati”
 bersifat universal yang pastinya akan mengena bagi siapapun yang 
mempunyai angan, harapan, serta impian. Ya, pada dasarnya ini adalah 
film untuk para pemimpi. Seperti versi animasi dari La La Land 
hanya minus momen-momen musikal, tidak terlalu mengakrabi elemen 
romansanya, dan meninggikan unsur gegap gempita berbalut petualangannya 
demi menambat perhatian penonton belia. 
Dalam perjalanannya, Ballerina
 agak kikuk mula-mula. Untung desain animasinya yang ciamik pula detil 
khususnya dalam penggambaran setting tempat, telah mencuri perhatian 
sedari awal. Dengan babak perkenalan yang teramat singkat, membutuhkan 
waktu untuk bisa betul-betul masuk ke dalam dunia Félicie yang berlatar 
tahun 1880-an. Ketertarikan mulai timbul begitu si karakter utama 
menjalani hari-hari penuh ujian di Paris Opera Ballet. Dari sini kita 
mulai mengenal Félicie. Perlahan tapi pasti, Ballerina mulai menguarkan charm-nya
 terlebih saat Odette turun tangan memberikan bantuannya pada Félicie. 
Diiringi tembang-tembang pop kekinian yang renyah di telinga dan 
didukung sumbangan bernyawa dari para pengisi suara – kredit khusus bagi
 Carly Rae Jepsen yang menyimpan kehangatan dibalik sikap dinginnya dan 
Maddie Ziegler yang sungguh menjengkelkan – Ballerina pun enak 
dinikmati. Terlebih lagi proses Félicie dalam menggapai mimpinya 
dijlentrehkan penuh humor menggelitik yang bersumber dari setiap tokoh (interesting, huh?), guliran konflik mengikat, dan menghangatkan hati. Jika ada keluhan berarti, maka itu terkait cara si pembuat film mengakhiri Ballerina yang cenderung tergesa-gesa dan kurang menghentak. Selebihnya, ini adalah tontonan keluarga yang menyenangkan.
    
Exceeds Expectations (3,5)
 




 
 

 
 
 
 
 
 
 
Post a Comment