HOTEL TRANSYLVANIA 3: A MONSTER VACATION
July 16, 2018
REVIEW : HOTEL TRANSYLVANIA 3: A MONSTER VACATION
“Family is everything. You have to honor the past, but we make our own future.”
Selama
satu abad terakhir, Count Dracula atau Drac (disuarakan oleh Adam
Sandler) telah melewati beragam fase kehidupan yang menyita emosi. Dia
disalahpahami oleh manusia-manusia yang dibutakan oleh hasutan,
kehilangan istri tercinta karena amarah manusia, mengasingkan diri ke
pelosok Romania demi mencari ketenangan, membesarkan putrinya seorang
diri, mengurusi segala tetek bengek hotel yang memfasilitasi para
monster dari berbagai belahan dunia (sayangnya tak kulihat Jeung Kunti
atau Pocong), merelakan putri semata wayangnya dinikahi manusia,
kelabakan tatkala mendapati cucunya yang berdarah campuran mungkin saja
tak mewarisi gen vampir, was-was putrinya bakal meninggalkannya untuk
tinggal di California, menghadapi sang ayah yang tak dijumpainya selama
puluhan tahun, sampai kesepian mendamba cinta. Bisa dikatakan, beban
hidupnya sangat sangatlah berat dan dia jelas butuh bernafas untuk
sesaat. Butuh liburan lah! Syukurlah, Genndy Tartakovsky yang menggarap
cap dagang Hotel Transylvania sedari jilid pertama menyadari penuh mengenai hal tersebut. Maka dari itu, melalui instalmen teranyar bertajuk Hotel Transylvania 3: A Monster Vacation, dia menyeret Drac keluar dari pertapaannya untuk mempersilahkannya memiliki quality time bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya di dunia luar yang sudah sangat lama tidak ditengoknya.
Gagasan
si pembuat film untuk mengajak Drac berlibur diwakilkan oleh Mavis
(Selena Gomez), putri kesayangan Drac, yang merasa hubungan antara
dirinya dengan sang ayah agak merenggang karena kesibukan masing-masing
yang menyebabkan intensitas keduanya dalam berkomunikasi mengalami
penurunan. Mavis yang ingin menghabiskan waktu bersama ayahnya di luar
hotel turut mengundang rombongan lenong yang terdiri dari Johnny sang
suami (Andy Samberg), Dennis sang anak (Asher Blinkoff), Frankenstein
(Kevin James), Griffin si manusia tembus pandang (David Spade), Wayne si
manusia serigala (Steve Buscemi), Murray si mumi (Keegan-Michael Key),
Vlad sang kakek (Mel Brooks), serta keluarga dari sahabat-sahabat
monster Drac. Drac mulanya enggan meninggalkan hotel, tapi bujuk rayu
Mavis nyatanya mempan sehingga ‘Raja Kegelapan yang berubah menjadi Raja
Pelayanan Kamar’ ini bersedia diajak pelesiran dengan menaiki kapal
pesiar. Pun begitu, rasa berat hati masih menyertai Drac selama
masa-masa awal liburan sampai kemudian dia bertemu dengan kapten kapal,
Ericka (Kathryn Hahn), yang membuatnya merasakan zing – istilah
monster untuk jatuh cinta luar biasa – untuk kali kedua. Jatuh cinta
pada Ericka seketika membutakan Drac yang rela melakukan apa saja demi
pujaan hatinya tersebut sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa Ericka
ternyata memiliki niat terselubung dibalik kedekatannya dengan Drac.
Pada dasarnya, A Monster Vacation
masih mengantongi keunggulan sejenis dengan dua instalmen terdahulunya.
Dari sisi tampilan visual, sulit untuk menyangkal bahwa A Monster Vacation
terbilang mengesankan. Ada cita rasa meriah dan penuh warna yang bisa
dicecap utamanya begitu guliran penceritaan film menapaki perjalanan di
kapal pesiar yang berlangsung liar. Genndy Tartakovsky yang terlihat
seperti menemukan mainan baru untuk diutak-atik, memberikan kita desain
karakter beserta lokasi yang cukup membuat diri ini beberapa kali
mengangguk-angguk kagum sekalipun caranya memvisualisasikan Atlantis
yang semestinya merupakan gong terbesar dalam film ternyata tidak sesuai
dengan pengharapan. Terlalu biasa untuk ukuran sebuah area misterius
nan fenomenal yang masih terus diperbincangkan oleh beragam pihak hingga
kini. Sungguh disayangkan. Yang juga meleset dari antisipasi kala saya
memutuskan untuk meluangkan waktu demi mencari hiburan dalam wujud A Monster Vacation
di bioskop adalah narasi yang dikedepankan beserta guyonan yang
dilontarkannya. Pilihan si pembuat film untuk memberi porsi lebih kepada
Drac dengan mengangkat kehidupan asmaranya bersama Ericka justru
berdampak pada berkurangnya sisi greget maupun fun dari film.
Saya kurang cocok menyaksikan Drac melembut (sudah kedarung terbiasa
melihatnya berwatak keras kepala dan sok galak), lalu karakteristik
Ericka pun kurang menggairahkan lebih-lebih latar belakangnya telah
terbaca sedari awal.
Lebih
menyedihkannya lagi – setidaknya bagi saya, jatah tampil dari beberapa
karakter favorit seperti Johnny, Frankenstein, Wayne, serta Murray,
nyaris tergerus habis. Oke kita masih berkesempatan menengok kenakalan
Dennis yang menggemaskan, memperoleh subplot mengenai Wayne yang
akhirnya terbebas dari tanggung jawab mengurus ratusan anaknya yang
nakal, atau pertengkaran Frankenstein dengan sang istri (Fran Drescher)
akibat perjudian, tetapi Murray yang unyu-unyu tak memiliki kontribusi
berarti pada pergerakan kisah kecuali demi memeriahkan perjalanan. Ada
kerinduan tersendiri melihat kebersamaan Drac bersama keluarga kecilnya,
atau melihat Drac menjalani petualangan (plus ribut-ribut kecil)
bersama genk monsternya yang konyol ini. Dalam A Monster Vacation,
jagoan kita lebih sering menghabiskan waktu dengan Ericka yang bahkan
kalah menarik dari Johnny yang juga manusia. Efek lainnya, A Monster Vacation
terasa tak seberapa lucu dibandingkan dengan dua instalmen terdahulu –
khususnya seri kedua yang amat mengasyikkan. Saya sih masih sempat
dibuat beberapa kali tergelak seperti pada prolog yang menyoroti
pertarungan abadi antara Drac dengan Abraham Van Helsing (Jim Gaffigan),
lalu penerbangan penuh mimpi buruk menggunakan jasa Gremlin Air, serta
klimaks di lantai dansa yang memperdendangkan kembali tembang ‘Macarena’
setelah sekian lama tak mendengarnya, tapi di sisa durasi yang humornya
seringkali meleset hanya mampu membuat saya menyunggingkan senyum saja.
Acceptable (3/5)
Post a Comment