INCREDIBLES 2
June 25, 2018
REVIEW : INCREDIBLES 2
“Done properly, parenting is a heroic act.” 
Saat dirilis ke hadapan publik pada tahun 2004 silam, The Incredibles bisa dikatakan menawarkan sebuah sajian menyegarkan yang menawarkan perspektif berbeda terhadap tontonan superhero terlebih pada masa itu adaptasi komik Marvel dan DC belum mendominasi layar lebar (FYI, Marvel Cinematic Universe baru dimulai pada tahun 2008 melalui Iron Man).
 Berceloteh mengenai dua pahlawan berkekuatan super yang memutuskan 
untuk menjalani kehidupan normal layaknya manusia kebanyakan dengan 
membina rumah tangga, film arahan Brad Bird (The Iron Giant, Ratatouille)
 ini menyisipinya dengan isu serius semacam krisis paruh baya dan 
rempongnya mengasuh anak ‘luar biasa’ seraya mengajak penonton 
bersenang-senang sekaligus memberi cemooh ke segala keklisean film superhero – persis seperti yang dilakukan oleh dwilogi Deadpool tempo hari. Sayangnya, sekalipun resepsi yang diterima dari publik dan kritikus amat positif, The Incredibles
 tak seketika mendapat instalmen kelanjutan. Membutuhkan waktu lebih 
dari satu dekade bagi Pixar Animation Studios untuk memberikan lampu 
hijau bagi pembuatan Incredibles 2 yang masih menempatkan Brad 
Bird di kursi penyutradaraan dan penulisan naskah. Kesuksesan Marvel 
Cinematic Universe lalu sambutan hangat yang diberikan oleh publik 
maupun kritikus kepada Monsters University (2013) dan Finding Dory
 (2016) tampaknya telah meluluhkan hati para petinggi Pixar. 
Lebih-lebih, mereka melihat masih adanya potensi kisah kepahlawanan 
keluarga Parr untuk dikembangkan lebih jauh lagi. 
Memulai penceritaan tepat setelah film pertama berakhir, Incredibles 2
 menyoroti bagaimana pengorbanan keluarga Parr yang terdiri dari Bob 
atau Mr. Incredible (Craig T. Nelson), Helen atau Elastigirl (Holly 
Hunter), Violet (Sarah Vowell), Dash (Huck Milner), serta Jack-Jack yang
 masih balita (Eli Fucile) dalam memberantas kejahatan ternyata tak 
memperoleh pengakuan yang sepantasnya dari pemerintah. Memperhitungkan 
kerusakan masif yang ditimbulkan akibat aksi-aksi para pahlawan kala 
beraksi, pemerintah memutuskan untuk melarang segala praktik 
kepahlawanan yang memanfaatkan kekuatan khusus. Akibat larangan ini, 
keluarga Parr pun mau tak mau menjauhi gemerlapnya sorotan media dan 
menyembunyikan identitas mereka yang sesungguhnya dari khalayak ramai. 
Situasi yang suram bagi para superhero ini perlahan tapi pasti 
mulai berubah tatkala seorang pebisnis sukses yang bergerak di bidang 
telekomunikasi bernama Winston Deavor (Bob Odenkirk) beserta sang adik, 
Evelyn (Catherine Keener), berinisiatif untuk membersihkan nama baik 
para superhero. Caranya dengan merekrut Elastigirl sebagai ‘brand ambassador’
 lalu merekam setiap aksinya dalam memberantas kejahatan. Trik ini 
terbukti berhasil sehingga kepercayaan publik berhasil didapatkan, 
popularitas Elastigirl mendadak menjulang, dan Mr. Incredible pun 
terpaksa menggantikan posisi sang istri untuk mengurus rumah tangga. 
Akan tetapi, keadaan lagi-lagi tak berjalan sesuai rencana ketika 
Elastigirl mesti berhadapan dengan seorang penjahat dengan motif 
dipertanyakan bernama Screenslaver.
Menonton Incredibles 2
 di laya bioskop kala libur panjang ternyata sungguhlah pilihan tepat. 
Sedari menit pertama, Brad Bird telah mengondisikan penonton untuk 
bersemangat, tergelak-gelak, hingga berdebar-debar di kursi bioskop. 
Bagi saya yang kebetulan sedang membutuhkan hiburan untuk menghempaskan 
kepenatan dari pikiran, apa yang ditawarkan oleh Incredibles 2 
jelas lebih dari cukup. Laganya seruuu, humornya pun lucuuu. Menengok 
produk akhirnya yang sanggup membuat hati bergembira, penantian para 
penggemar selama belasan tahun (intermezzo; saya ingat betul 
menyaksikan instalmen pertamanya di Tunjungan 21 saat masih bocah) tentu
 tidaklah sia-sia. Kesenangan yang telah terbentuk sedari menit pembuka 
yang berlangsung gegap gempita kala menampilkan aksi keluarga Parr 
beserta Frozone (Samuel L. Jackson, si Nick Fury) dalam menghentikan 
Underminer, mampu terjaga secara stabil hingga babak pamungkasnya yang 
akan membuat klimaks dari sejumlah film superhero terlihat cupu. 
Sosok antagonis dalam jilid ini memang tidak terlampau mengancam yang 
membuat barisan karakternya bertekuk lutut dan motif kejahatannya pun 
klasik – bisa dimengerti mengingat bagaimanapun juga, Incredibles 2
 mesti menghibur penonton cilik – akan tetapi si pembuat film 
mengompensasinya bagi penonton dewasa dengan serentetan sekuens laga 
yang tidak sedikit diantaranya membuat saya berdebar-debar, materi 
ngelaba yang jitu dalam menggelitik saraf tawa, hingga jalinan 
pengisahan yang mengikat meski tergolong berat untuk ukuran film 
keluarga. 
Keberadaan humor dalam Incredibles 2
 menjadi pelengkap yang sangat baik bagi serentetan sekuens laganya. 
Elemen komedik mengambil tongkat estafet dari elemen laga ketika film 
tidak sedang menyoroti sepak terjang Elastigirl yang (tentu saja) 
menyumbang sebagian momen aksi di Incredibles 2. Dengan kata 
lain, kamu bisa menemukannya saat sorotan beralih ke Mr. Incredible atau
 Bob yang kelimpungan dalam mengurus anak-anaknya. Bob mesti membantu 
Violet yang sedang kesengsem kepada salah satu laki-laki di sekolahnya 
yang apesnya tidak bisa mengingat siapa Violet karena satu dan lain hal,
 lalu membantu Dash yang kesulitan mengerjakan tugas-tugas matematika, 
hingga mencari solusi untuk mengontrol kekuatan Jack-Jack yang 
mengerikan. Aksi heroik Bob dalam menjalankan tugasnya sebagai Ayah 
Rumah Tangga ini tidak saja mengundang gelak tawa heboh yang salah dua 
momennya dipersembahkan oleh adegan pertarungan antara Jack-Jack dengan 
seekor rakun di halaman belakang rumah yang pecah sekali (Rocket Raccoon, is that you?)
 dan pertemuan singkat dengan desainer langganan keluarga, Edna Mode 
(Brad Bird), tetapi juga memberi kehangatan pada hati sekalipun 
tonjokkan emosinya tidak sekuat, katakanlah, Coco (2017).
Seperti halnya instalmen pertama, disamping memberi hiburan dalam bentuk pertarungan dan lawakan, Incredibles 2
 turut menghadirkan guliran penceritaan menarik yang didalamnya 
mengandung komentar-komentar sosial yang relevan dengan situasi 
terkini. Isu yang dibicarakannya sekali ini berkaitan dengan women empowerment,
 pembagian peran dalam sektor rumah tangga, prasangka, keegoisan 
pemerintah, sampai ketergantungan terhadap teknologi. Walau 
kedengarannya berpotensi bikin dahi mengernyit, Brad Bird sanggup 
menyampaikannya secara lancar dan ringan tanpa mengurangi esensinya 
barang sedikitpun. Bagus! 
Note : Saat hendak menonton Incredibles 2, pastikan untuk tidak terlambat memasuki ruang pemutaran. Ada sebuah film pendek berjudul Bao sebelum film utama yang akan membuatmu ingin memberikan pelukan hangat kepada ibu tercinta. Kalau ini, buagus!
    
Outstanding (4/5)
 




 
 

 
 
 
 
 
 
 
Post a Comment