THE BOSS BABY
April 11, 2017
REVIEW : THE BOSS BABY
“If I don’t succeed in this mission, I will live here forever with you!”
“Okay, I will help you. But just to get rid of you.”
Ada similaritas antara The Boss Baby dengan Storks (2016): bangunan konflik dua film animasi tersebut beranjak dari satu pertanyaan polos yang kerap diajukan oleh para bocah, “darimana sih asal muasal munculnya bayi?”. Jawaban fiktif paling kondang dilontarkan di kalangan orang tua negeri barat adalah dihantar seekor bangau putih. Storks mengamini dongeng bangau pengantar bayi tersebut, lalu memberinya sentuhan modern besar-besaran. Sementara The Boss Baby,
mengkreasi versi berbeda untuk menjawab pertanyaan perihal asal muasal
munculnya bayi. Animasi terbaru kepunyaan Dreamworks Animation selepas Trolls
di penghujung tahun lalu yang dasar kisahnya disadur secara bebas dari
buku cerita bergambar rilisan tahun 2010 berjudul sama rekaan Marla
Frazee ini menyatakan bahwa bayi merupakan hasil produksi sebuah
perusahaan. Bukan perusahaan biasa, tentu saja, mengingat korporasi
khusus penghasil bayi bernama Baby Corp ini berbasis nun jauh di atas
permukaan bumi – bisa dibilang, surga – dan karyawan-karyawan yang
mendedikasikan waktu serta tenaganya di sana terdiri dari bayi-bayi
menggemaskan dengan kemampuan selayaknya orang dewasa. What a twist, huh?
Salah
satu pekerja di Baby Corp adalah karakter utama dari film yang dipanggil
The Boss Baby (disuarakan oleh Alec Baldwin). Sang karakter tituler
dititahkan atasannya ke bumi untuk mencegah perusahaan penyedia
anak-anak anjing lucu, Puppy Co., berekspansi menyusul direncanakannya
peluncuran produk baru yang berpotensi menggerus kekuatan bisnis Baby
Corp. Konon, menurut data statistik yang dimiliki perusahaan penghasil
bayi tersebut, manusia dewasa masa kini lebih mendamba keberadaan anak
anjing ketimbang bayi. Dengan misi menghentikan Puppy Co., The Boss Baby
pun menyamar sebagai putra baru dari keluarga Templeton yang
konfigurasinya tersusun atas Ted (Jimmy Kimmel), Janice (Lisa Kudrow),
dan Tim (Miles Christopher Bakshi). Kedatangan The Boss Baby seketika
menguarkan aroma mengancam bagi Tim yang mulanya adalah putra semata
wayang. Betul saja, semenjak adanya ‘sang adik’, perhatian Ted beserta
Janice kepada Tim berkurang cukup drastis. Tidak ada lagi lagu pengantar
tidur, apalagi bermain bersama. Tim yang mencurigai gerak-gerik adik
barunya sedari awal lantas menyusun rencana untuk membongkar kedoknya
lalu menyingkirkannya. Permusuhan diantara kakak beradik ini pun tak
lagi terelakkan.
Seperti halnya ketika menyaksikan Storks tahun lalu, The Boss Baby pun meninggalkan tiga macam rasa: takjub, hangat, dan bahagia. Takjub, karena Tom McGrath (trilogi Madagascar, Megamind)
punya cara yang gila dan imajinatif untuk menciptakan sederet momen
pemacu semangat sekaligus pemicu gelak tawa. Hangat, karena film
menggelontorkan pesan mengenai keluarga yang mengena di hati. Dan
bahagia, karena The Boss Baby sanggup mempermainkan emosi
sedemikian rupa – dari tawa sampai tangis – sepanjang durasinya
mengalun. Boleh dikata, inilah salah satu kejutan termanis dari
Hollywood di kuartal awal tahun 2017. The Boss Baby melampaui
ekspektasi dari penontonnya yang rasa-rasanya tidak sedikit diantaranya
berharap hanya sekadar disodori visualisasi tingkah polah menggemaskan
para bayi. Bahkan, daya pikat dari film telah mengemuka sedari film
memulai langkah awalnya. Ada narasi mengikat dari Tobey Maguire selaku
narator dan Tim dewasa yang mendeskripsikan bagaimana masa kecilnya yang
bahagia serta sarat akan imajinasi meluap-luap. Ada pula hamparan
pemandangan imut yang menyoroti bayi-bayi baru didandani oleh mesin
untuk kemudian disortir: bergabung bersama perusahaan atau menjalani
kehidupan normal sebagai bayi. The Boss Baby kian menarik buat
diikuti ketika akhirnya si bayi datang (dengan cara yang menggelitik
saraf tawa!), lalu mengontrol penuh keluarga Templeton.
Kunci dari menit-menit
berikutnya yang mengasyikkan adalah imajinasi tak terbatas dari si
pembuat film. Tidak sekreatif maupun segila-gilaan Storks sih (siapapun yang punya gagasan soal wolfpack, dia jenius!), tetapi persebaran momen seru nan kocak di The Boss Baby
lebih merata. Dengan kata lain, dapat dijumpai dengan mudah lewat
beberapa titik. Beberapa yang cukup meninggalkan kesan mendalam lantaran
efektif menciptakan ledakan tawa antara lain kejar-kejaran antara Tim
dengan komplotan bayi-bayi di halaman belakang, mimpi buruk Tim yang
memperlihatkan adiknya bertransformasi ke berbagai wujud, ‘keakraban’
Tim dengan si bos demi meyakinkan Ted dan Janice bahwa mereka telah
akur, upaya kakak beradik ini menyelinap masuk ke dalam Puppy Co. guna
mencuri berkas, sampai penuntasan misi di paruh akhir yang penuh “boom
boom bang!” pula kekocakan. Keliaran imajinasi ini beruntung bisa
mencapai potensinya berkat sumbangsih bagus dari departemen pengisi
suara. Alec Baldwin merupakan pilihan tepat dalam menyuarakan karakter
bayi yang lagaknya amat bossy – sedikit banyak mengingatkan pada sosok
Stewie dari serial animasi Family Guy – dan membuat penonton gregetan
sekaligus ingin memberi kasih sayang di waktu bersamaan. Lalu ada Miles
Christopher Bakshi yang begitu energik. Bersama Baldwin, dia membentuk
chemistry apik sehingga terciptanya ikatan persaudaraan diantara Tim dan
The Boss Baby bisa dicecap dan ketika film berada di titik emosionalnya
penonton pun dapat turut tersentuh.
Note : The Boss Baby mempunyai adegan tambahan di pertengahan dan ujung credit title. Lucu, tapi tidak memiliki signifikansi. Silahkan mau disimak atau ditinggal keluar.
Exceeds Expectations (3,5/5)
Post a Comment